Namun, ia merasa percaya diri bisa melakukannya karena sangat klop dengan motor Ducati Desmosedici GP22.
"Jarak 91 poin sangatlah besar, tapi saya terus ingat potensi kami. Saya merasa bukan tipe rider dengan performa naik-turun," kata Pecco dikutip OtoRace.id dari GPOne.
"Saya merasa lebih baik dari itu. Saya punya level performa yang baik untuk memperebutkan gelar dan punya potensi jadi juara," sambung Pecco.
Meski gelar ini sudah jadi impiannya sejak bergabung dengan Ducati, Bagnaia sempat kesulitan saat membela Pramac Racing.
Ia pun sempat ragu pada Ducati, namun semua keraguan ini sirna sejak ia pindah ke tim pabrikan.
"Saat tanda tangan kontrak dengan Ducati, gelar dunia adalah target saya, impian saya. Saat berada di rumah, saya kadang berpikir, apakah mereka adalah pilihan yang tepat?," kisahnya.
"Apakah mereka tim terbaik untuk masa depan saya? Saya pun selalu berkata pada diri sendiri: ya," ungkap pembalap berusia 25 tahun ini.
"Saya merasakan semua beban, semua tanggung jawab di pundak. Ini tak mudah, tetapi juga motivasi untuk meraih target," imbuhnya.
"Saya bangga pada tim saya. Ini momen menakjubkan bagi kami. Inilah impian saya, jadi juara dunia. Jika saya mampu merebut gelar bersama motor dan tim mereka, maka rasanya spesial," tutup Bagnaia.