(Baca Juga: Bos Ducati Kasih Kode Akan Ada Perombakan Besar Pada Desmosedici Untuk MotoGP 2020)
Untuk performa, ban dengan tekanan yang kurang punya efek lajunya lebih berat, tapi di sisi lain grip-nya sangat kuat dalam mencengkeram aspal.
Tapi hal itu akan mengurangi stabilitas motor dan membuat suhu ban bisa terlalu tinggi.
Dan ketika suhu terlalu tinggi, cengkeraman ban malah bisa berkurang dan itu berbahaya.
Sepertinya kasus tim Avintia Ducati, pada 2016 lalu.
(Baca Juga: Wow! Jadi Pemegang Rekor Penonton Tertinggi di MotoGP, Segini Pendapatan MotoGP Thailand Hanya dari Tiket)
Pada tes pramusim MotoGP di Sepang 2016 silam, terjadi kecelakaan karena ban motor pembalapnya saat itu, Loris Baz, meletus.
Spekulasinya, kecelakaan terjadi karena tim mengisi tekanan udara di bawah standar Michelin.
Tim Avintia Ducati menurunkan tekanan udara sebesar 0,05 bar atau 0,725 psi, dari standar 1,5 bar atau 21,8 psi.
Meski dibantah, kejadian tersebut menjadi kritik panas untuk Michelin sendiri.
Setelah kecelakaan itu, MotoGP mewajibkan adanya sensor tekanan udara seperti pada foto di atas.
Sensor itu akan mendeteksi tekanan ban yang dipakai pembalap.
Editor | : | Eka Budhiansyah |
Sumber | : | Motorcyclenews.com,cycleworld.com |
KOMENTAR